Sabtu, 23 Juni 2012

KEJU: Penemuan yang Tak Sengaja


Keju (dari bahasa Portugis, Queijo) adalah sebuah makanan yang dihasilkan dengan memisahkan zat-zat padat dalam susu melalui proses pengentalan atau koagulasi. Proses pengentalan ini dilakukan dengan bantuan bakteri atau enzim tertentu yang disebut rennet. Hasil dari proses tersebut nantinya akan dikeringkan, diproses, dan diawetkan dengan berbagai macam cara. Dari sebuah susu dapat diproduksi berbagai variasi produk keju. Produk-produk keju bervariasi ditentukan dari tipe susu, metode pengentalan, temperatur, metode pemotongan, pengeringan, pemanasan, juga proses pematangan keju dan pengawetan. Umumnya, hewan yang dijadikan sumber air susu adalah sapi. Air susu unta, kambing, domba, kuda, atau kerbau digunakan pada beberapa tipe keju lokal.

Asal usul
Keju sudah diproduksi sejak zaman prasejarah walaupun tidak ada bukti pasti kapan pembuatan keju pertama kali dilakukan. Masyarakat prasejarah mulai meninggalkan gaya hidup nomaden dan beralih menjadi beternak kambing, domba maupun sapi. Karena kebersihan yang kurang, terkena sinar matahari secara langsung atau terkena panas dari api maka susu dalam bejana tersebut menjadi asam dan kental. Setelah dicoba ternyata susu tersebut masih dapat dimakan, dan itulah pertama kalinya manusia menemukan keju krim asam (sour cream cheese).
 Keju krim manis (sweet cream cheese) juga ditemukan secara kebetulan. Sebuah legenda yang menceritakan bahwa beberapa pemburu yang membunuh seekor anak sapi, kemudian membuka perutnya dan menemukan sesuatu berwarna putih yang memiliki rasa yang enak. Adanya enzim rennet di dalam perut sapi menyebabkan susunya menjadi kental, sehingga menjadi apa yang kita sebut keju saat ini. Cerita lainnya mengatakan bahwa keju ditemukan pertama kali di Timur Tengah oleh seorang pengembara dari Arab. Pengembara tersebut melakukan perjalanan di padang gurun mengendarai kuda dengan membawa susu di pelananya. Setelah beberapa lama, susu tersebut telah berubah menjadi air yang pucat dan gumpalan-gumpalan putih. Karena pelana penyimpan susu terbuat dari perut binatang (sapi, kambing ataupun domba) yang mengandung rennet, maka kombinasi dari rennet, cuaca yang panas dan guncangan-guncangan ketika mengendarai kuda telah mengubah susu menjadi keju, dan setelah itu orang-orang mulai menggunakan enzim dari perut binatang untuk membuat keju.

Keju di zaman modern
Di abad ke 19, Ferdinand Cohn menjadi orang pertama yang menemukan bahwa proses pematangan keju diarahkan oleh mikroorganisme. Setelah itu, semakin banyak pula riset yang dilakukan berhubungan dengan keju dan proses pembuatannya. Dengan berkembangnya pengetahuan tentang keju baik dari segi biologis maupun kimiawi, proses pembuatan keju pun menjadi umum di masyarakat. Hasilnya, perusahaan-perusahaan kecil maupun peternakan-peternakan berlomba-lomba memproduksi keju mereka sendiri.

Pembuatan keju
Ada lima tahapan utama dalam pembuatan keju. Tahapan-tahapan tersebut adalah:

Pengasaman
Susu dipanaskan agar bakteri asam laktat, yaitu Streptococcus and Lactobacillus dapat tumbuh. Bakteri-bakteri ini memakan laktosa pada susu dan merubahnya menjadi asam laktat. Saat tingkat keasaman meningkat, zat-zat padat dalam susu (protein kasein, lemak, beberapa vitamin dan mineral) menggumpal dan membentuk dadih.

Pengentalan
Bakteri rennet ditambahkan ke dalam susu yang dipanaskan yang kemudian membuat protein menggumpal dan membagi susu menjadi bagian cair (air dadih) dan padat (dadih). Setelah dipisahkan, air dadih terkadang dipakai untuk membuat keju seperti Ricotta dan Cypriot hallumi namun biasanya air dadih tersebut dibuang. Dadih keju dihancurkan menjadi butiran-butiran dengan bantuan sebuah alat yang berbentuk seperti kecapi, dan semakin halus dadih tersebut maka semakin banyak air dadih yang dikeringkan dan nantinya akan menghasilkan keju yang lebih keras.
 Rennet mengubah gula dalam susu menjadi asam dan protein yang ada menjadi dadih. Jumlah bakteri yang dimasukkan dan suhunya sangatlah penting bagi tingkat kepadatan keju. Proses ini memakan waktu antara 10 menit hingga 2 jam, tergantung kepada banyaknya susu dan juga suhu dari susu tersebut. Sebagian besar keju menggunakan rennet dalam proses pembuatannya, namun zaman dahulu ketika keju masih dibuat secara tradisional, getah daun dan ranting pohon ara digunakan sebagai pengganti rennet.

Pengolahan dadih
Setelah pemberian rennet, proses selanjutnya berbeda-beda. Beberapa keju lunak dipindahkan dengan hati-hati ke dalam cetakan. Sebaliknya pada keju-keju lainnya, dadih diiris dan dicincang menggunakan tangan atau dengan bantuan mesin supaya mengeluarkan lebih banyak air dadih. Semakin kecil potongan dadih maka keju yang dihasilkan semakin padat.

Persiapan sebelum pematangan
Sebelum pematangan, dadih akan melalui proses pencetakan, penekanan, dan pengasinan. Saat dadih mencapai ukuran optimal maka ia harus dipisahkan dan dicetak. Untuk keju-keju kecil, dadihnya dipisahkan dengan sendok dan dituang ke dalam cetakan, sedangkan untuk keju yang lebih besar, pengangkatan dari tangki menggunakan bantuan sehelai kain. Sebelum dituang ke dalam cetakan, dadih tersebut dikeringkan terlebih dahulu kemudian dapat ditekan lalu dibentuk atau diiris.
Selanjutnya, keju haruslah ditekan sesuai dengan tingkat kekerasan yang diinginkan. Penekanan biasanya tidak dilakukan untuk keju lunak karena berat dari keju tersebut sudah cukup berat untuk melepaskan air dadih, demikian pula halnya dengan keju iris karena berat dari keju tersebut juga menentukan tingkat kepadatan yang diinginkan. Meskipun demikian, sebagian besar keju melewati proses penekanan. Waktu dan intensitas penekanan berbeda-beda bagi setiap keju.
 Penambahan garam dilakukan setelah keju dibentuk agar keju tidak terasa tawar, dan terdapat empat cara yang berbeda untuk mengasinkan keju. Bagi beberapa keju, garam ditambahkan langsung ke dalam dadih. Cara yang kedua adalah dengan menggosokkan atau menaburkan garam pada bagian kulit keju, yang akan menyebabkan kulit keju terbentuk dan melindungi bagian dalam keju agar tidak matang terlalu cepat. Beberapa keju-keju yang berukuran besar diasinkan dengan cara direndam dalam air garam, yang menghabiskan waktu berjam-jam sehingga berhari-hari. Cara yang terakhir adalah dengan mencuci bagian permukaan keju dengan larutan garam; selain memberikan rasa, garam juga membantu menghilangkan air berlebih, mengeraskan permukaan, melindungi keju agar tidak mengering serta mengawetkan dan memurnikan keju ketika memasuki proses maturasi.

Pematangan
Pematangan (ripening) adalah proses yang mengubah dadih-dadih segar menjadi keju yang penuh dengan rasa. Pematangan disebabkan oleh bakteri atau jamur tertentu yang digunakan pada proses produksi, dan karakter akhir dari suatu keju banyak ditentukan dari jenis pematangannya. Selama proses pematangan, keju dijaga agar berada pada temperatur dan tingkat kelembaban tertentu hingga keju siap dimakan. Waktu pematangan ini bervariasi mulai dari beberapa minggu untuk keju lunak hingga beberapa hari untuk keju keras seperti Parmigiano-Reggiano. Beberapa teknik sebelum proses pematangan yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi tekstur dan rasa akhir keju:
Stretching: Dadih diusung dan lalu diadoni dalam air panas untuk menghasilkan tekstur yang berserabut. Contoh keju yang melewati proses ini adalah keju Mozzarella dan Provolone.
Cheddaring: Dadih yang sudah dipotong kemudian ditumpuk untuk menghilangkan kelembaban. Dadih tersebut lalu digiling untuk waktu yang cukup lama. Contoh keju yang mengalami proses ini adalah keju Cheddar dan Keju Inggris lainnya.
Pencucian: Dadih dicuci dalam air hangat untuk menurunkan tingkat keasamannya dan menjadikannya keju yang rasanya lembut. Contoh keju melewati proses pencucian adalah keju Edam, Gouda, dan Colby.
Pembakaran: Bagi beberapa keju keras, dadih dipanaskan hingga suhu 35 °C (95 °F)-56 °C (133 °F) yang kemudian mengakibatkan butiran dadih kehilangan air dan membuat keju menjadi lebih keras teksturnya. Proses ini sering disebut dengan istilah pembakaran (burning). Contoh keju yang dipanaskan ulang adalah keju Emmental, keju Appenzeller dan Gruyère.

Kandungan gizi
Keju merupakan makanan yang penuh dengan nutrisi. Keju memiliki banyak elemen yang sama dengan susu, yaitu protein, lemak, kalsium dan vitamin. Satu pon keju memiliki protein dan lemak yang sama jumlahnya dengan satu galon susu. Keju dengan tingkat kelembaban yang tinggi memiliki konsentrasi nutrisi yang lebih rendah dibandingkan dengan keju yang tingkat kelembabannya rendah.
Read More

Kiat Menghadapi Rintangan Hidup


Anda merasa iri dengan teman anda yang kehidupannya berjalan dengan mulus? Dan sebaliknya anda merasa kehidupan anda selalu banyak rintangan? Hal ini sering melanda kehidupan seseorang. Adakalanya seseorang akan menjadi semakin terpuruk karena terlalu banyak rintangan dalam mencapai keinginannya. Rintangan bagaikan tembok raksasa yang tidak mungkin dijebol atau dipanjat. Dan akhirnya, orang tersebut lebih memilih mundur dan mengurungkan keinginannya.
           Beberapa tips yang mungkin bisa membantu anda dalam menghadapi berbagai rintangan hidup adalah sebagai berikut:
1.      Jadikan rintangan sebagai tantangan hidup.
Hidup tanpa tantangan akan terasa hambar. Karena rintangan dijadikan sebagai tantangan hidup, maka kita akan berjuang mematahkan rintangan tersebut. Sekali kita bisa mematahkan rintangan tersebut, maka kita akan dapat berjuang mematahkan rintangan lainnya. Rintangan akan memberikan warna-warni dalam kehidupan yang akan indah untuk dikenang pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, tidak perlu emosi dalam menghadapi rintangan.
2.      Rintangan adalah proses pembelajaran
Rintangan merupakan pengalaman yang diberikan kepada seseorang dalam proses pendewasaan. Pendewasaan diri diperoleh dari proses pembelajaran yang diajarkan melalui perantara rintangan. Faktanya, orang yang banyak mendapat rintangan dalam hidupnya akan dapat banyak menceritakan tentang rintangan-rintangan dalam kehidupannya dan bagaimana cara ia mengatasinya. Berbagai persoalan hidup akan dihadapinya dengan tenang di suatu saat nanti karena ia telah terbiasa menyelesaikannya. Sedangkan orang yang kehidupannya selalu mulus dan lancar, akan kebingungan jika suatu saat dihadapi dengan suatu rintangan.
3.      Rintangan memberi kekuatan
Saat kita mendapatkan suatu rintangan yang sangat berat, seperti yang digambarkan sebagai tembok raksasa, kita mungkin akan mundur dan berhenti mengejar keinginan kita karena jalan satu-satunya untuk mencapai keinginan tersebut dihalanginya. Yang harus diingat adalah tuhan tidak akan memberikan cobaan di luar kemampuan umatnya. Pasti ada jalan untuk melewati tembok tersebut. Kita boleh saja mundur karena saat itu kita memang tidak mungkin menjebol atau memanjat tembok tersebut. Tetapi kita mundur adalah untuk menjemput tangga atau tali untuk memanjat tembok tersebut atau perlengkapan lain untuk menghancurkan tembok tersebut. Seperti air, ia bisa melubangi batu jika ia teteskan terus-menerus. Jika tembok sebesar itu sudah bisa kita taklukkan, maka apalah artinya rintangan berupa tembok-tembok kecil, sudah pasti bisa kita taklukkan.
4.      Kenali Lebih Dalam Mengenai Rintangan
Jika rintangan adalah sebuah tembok raksasa, apa kemungkinan cara untuk melewatinya? Misalkan dengan menghancurkan, memanjat, atau menggali lewat bawah tanah. Lalu, apa material penyusun tembok tersebut? Jika material terbuat dari beton, apa yang bisa digunakan untuk menghancurkan beton? Jika terbuat dari kayu, apa yang bisa digunakan untuk menghancurkan kayu? Jika tidak memungkinkan, beralih ke cara lain. Berapa dalam kedalaman yang dapat kita gali untuk melewati tembok tersebut? Adakah terowongan/saluran yang dapat kita lewati? Atau berapa kira-kira tinggi tembok dan berapa panjang tali yang kita perlukan untuk memanjat tembok tersebut? Seperti itulah kira-kira proses pengenalan rintangan. Dengan kata lain, kenali akar dari rintangan tersebut.

Itulah beberapa hal yang dapat kita lakukan dalam menghadapi rintangan hidup. Jika kita memlilih mundur, sama artinya kita tidak mau belajar. Rintangan pasti akan ada dalam kehidupan seseorang. Jadi, jika kita mundur sekarang, suatu saat rintangan akan tetap datang dan kita akan lebih sulit menaklukkannya.
Read More

Tata Krama (Adab) dalam Makan


Hal ini sering kita abaikan karena bagi kita yang penting perut kenyang dan orang lain pun tidak mempermasalahkan tata cara makan yang kita lakukan. Jika kita makan sendirian, hal ini tidak menjadi masalah. Namun, jika kita makan dalam situasi formal, makan bersama mertua, makan bersama pacar baru, dan sebagainya, hal ini tentunya akan menjadi masalah. Walaupun kita menganggap tidak masalah, namun reputasi kita di mata orang akan menjadi buruk.

Beberapa adab pada saat makan adalah sebagai berikut:
  1. Bacalah doa sebelum makan dan cucilah tangan anda walaupun anda makan menggunakan sendok.
  2. Dahulukan yang lebih tua dalam mengambil makanan.
  3. Jangan memborong hidangan dan sesuaikan porsi dengan orang-orang sekeliling. 
  4. Sesuaikan cara makan, jika orang lain menggunakan tangan (tanpa sendok) maka ikuti cara tersebut. 
  5. Jangan mencicipi makanan menggunakan sendok hidangan, gunakan sendok lain yang masih bersih. 
  6. Jangan mengeluarkan angin, baik kentut maupun sendawa.
  7. Jika anda sedang pilek, usahakan tidak menarik-narik ingus dan buang ingus anda jauh dari tempat makan. 
  8. Jangan mengeluarkan suara yang berisik, baik suara dari mulut anda maupun suara sendok dan piring anda. 
  9. Usahakan mengunyah makanan dengan mulut tertutup. 
  10. Hindari bercakap-cakap pada saat makan, kecuali jika anda ditanya. 
  11. Jangan mengeluarkan kata-kata jorok pada saat makan. 
  12. Usahakan makanan anda tidak bertebaran di luar piring anda.
Read More

Jumat, 22 Juni 2012

Siklus Krebs (Krebs Cycle)

Siklus Krebs adalah tahapan selanjutnya dari respirasi seluler. Siklus Krebs adalah reaksi antara asetil ko-A dengan asam oksaloasetat, yang kemudian membentuk asam sitrat. 



Siklus Krebs disebut juga dengan Siklus Asam Sitrat (Citric Acid Cycle), karena menggambarkan langkah pertama dari siklus tersebut, yaitu penyatuan asetil ko-A dengan asam oksaloasetat untuk membentuk asam sitrat. Selain itu, siklus Krebs juga disebut Tricarboxylic Acid Cycle (TCA Cycle).


Hans Krebs.
"for his discovery of the citric acid cycle"

Reaksi-Reaksi Yang Terjadi Pada Siklus Krebs

            Dalam siklus Krebs, terjadi berbagai reaksi yang saling berhubungan membentuk sebuah siklus (karena itulah dinamakan siklus Krebs; Krebs = penemunya). Sebagian para ahli mengatakan terdapat 8 macam reaksi yang terjadi pada siklus Krebs dan sebagian lagi mengatakan terdapat 10 macam reaksi. Penengah dari semua itu mengatakan bahwa siklus Krebs terdiri atas 8 macam reaksi, sedangkan yang 2 reaksi lainnya merupakan turunan dari reaksi yang 8 macam itu.

Dibawah ini merupakan bentuk sederhana dari siklus Krebs :

Berikut merupakan bentuk 2 dimensi Siklus Krebs:
 

Bentuk 3 dimensi Siklus Krebs :

 
1.      Reaction 1: Synthesis of Citric Acid


Pertama-tama, Asetil ko-A hasil dari reaksi antara (dekarboksilasi oksidatif) masuk ke dalam siklus dan bergabung dengan Asam Oksaloasetat membentuk Asam Sitrat. Setelah mengantar asetil masuk ke dalam siklus Krebs, ko-A memisahkan diri dari asetil dan keluar dari siklus.

2.      Reaction 2: Dehydration of an alcohol

Asam sitrat yang telah dihasilkan pada reaksi pertama tadi mengalami dehidrasi dengan melepaskan satu molekul air (H2O). Enzim yang berperan adalah akonitase yang mengkatalis pengubahan reversible (dapat balik) sitrat menjadi isositrat, melalui pembentukkan senyawa antara asam trikarboksilat Sis-Akonitat.

3.      Reaction 3: Hydration to make alcohol

Akonitase mengkatalis penambahan H2O secara reversibel kepada ikatan ganda pada sis-akonitat yang terikat pada enzim dalam dua cara yang berbeda, yang satu menuju pembentukan Sitrat dan yang lain ke pembentukan Isositrat.

4.      Reaction 4: Oxidation

Reaksi ini merupakan reaksi oksidasi pertama dalam siklus Krebs. Dua buah atom hidrogen dan dua elektron ditransfer ke NAD+ menjadi NADH + H+. Inilah yang nantinya akan memasuki sistem transfer elektron. The product of this reaction, oxalosuccinic acid, remains attached to the isocitrate dehydrogenase for the next step. Reaksi ini dikatalis oleh enzim isocitrate dehydrogenase.

5.      Reaction 5: Decarboxylation

Pada tahap selanjutnya, isositrat terhidrogenasi menjadi α-ketoglutarat dan CO2 oleh enzim isositrat dehidrogenase. Terdapat 2 jenis isositrat dehidrogenase, yang satu memerlukan NAD+ sebagai penerima elektron, dan yang lain NADP+ yang lainnya.

6.      Reaction 6: Oxidation, Decarboxylation, Thiol Ester Synthesis

Pada tahap ini, α-ketoglutarat mengalami dekarboksilasi oksidatif, membentuk suksinil-KoA dan CO2 oleh kerja enzim kompleks α-ketoglutarat dehidrogenase. Reaksi ini bersifat non-reversibel. Reaksi ini merupakan reaksi oksidasi yang kedua. Seperti reaksi oksidasi yang pertama, 2 hidrogen dan 2 elektron ditransfer ke NAD+ menjadi NADH + H+. Ini juga akan memasuki dalam sistem transfer elektron.

7.      Reaction 7: Hydrolysis of Succinyl CoA; Synthesis of ATP

Suksinil-KoA, produk dari tahap sebelumnya merupakan senyawa berenergi tinggi. Suksinil-KoA tidak kehilangan gugus KoA-nya melalui hidrolisis sederhana, yang akan membuang energi bebas. Sebaliknya, suksinil-KoA melangsungkan reaksi yang menyimpan energi, yaitu pemecahan ikatan tioester yang terjadi bersamaan dengan fosforilasi guanin difosfat (GDP) menjadi guanin trifosfat (GTP). Enzim yang mengkatalis reaksi ini, suksinil-KoA sintetase, menghasilkan Suksinat bebas dan menyebabkan pembentukan gugus fosfat terminal berenergi tinggi, GTP dari GDP dan Pi dengan mempergunakan energi bebas yang dihasilkan pada pemecahan suksinil-KoA. GTP ini lalu dapat memberikan gugus fosfat terminal pada ADP, membentuk ATP, melalui kerja enzim nukleosida difosfokinase.

8.      Reaction 8: Oxidation

Dalam tahap selanjutnya, suksinat yang dibentuk tadi didehidrogenase menjadi fumarat oleh enzim succinate dehydrogenase. Dalam reaksi ini terjadi oksidasi yang berbeda dengan oksidasi yang sebelumnya. This slightly unusual oxidation reaction results in the removal of the hydrogens from saturated alkyl carbons to form an alkene, fumaric acid. The hydrogen acceptor is the coenzyme FAD instead of the more usual NAD+. This will be significant when the ATP is tabulated from the electron transport chain, since this coenzyme is in the enzyme complex 2. Dalam reaksi ini dihasilkan 2 buah ATP.

9.      Reaction 9: Hydration to form an alcohol

Fumarat yang dihasikan pada reaksi sebelumnya terhidrasi membentuk Malat. Reaksi ini merupakan reaksi hidrasi sederhana yang dikatalis oleh enzim fumarase atau fumarat hidratase.

10.  Reaction 10: Oxidation

Reaksi ini adalah reaksi terakhir dari siklus Krebs. Reaksi ini merupakan reaksi oksidasi yang menghasilkan Asam Oksaloasetat yang dikatalis oleh enzim L-malate dehydrogenase. Koenzim NAD+ menyebabkan terjadinya transfer 2 hidrogen dan 2 elektron ke NADH + H+. This is a final entry point into the electron transport chain. Asam Oksaloasetat yang dihasilkan ini kemudian akan kembali bereaksi dengan Asetil Ko-A dan membentuk asam sitrat. Begitu seterusnya sehingga rangkaian reaksi ini merupakan sebuah siklus.

Kesimpulan Tahap Siklus Krebs
Dari keseluruhan reaksi, dapat ditarik kesimpulan tahap-tahap dari siklus Krebs, yaitu sebagai berikut :
  1. Asetil Ko-A mengalami kondensasi dengan oksaloasetat membentuk sitrat.
  2. Sitrat diubah menjadi isositrat melalui sis-Akonitat.
  3. Isositrat mengalami dehidrogenasi menghasilkan α-ketoglutarat dan CO2.
  4. α-ketoglutarat dioksidasi menjadi suksinil-KoA dan CO2.
  5. Suksinil-KoA diubah menjadi Suksina.t
  6. Suksinat didehidrogenasi menjadi fumarat.
  7. Fumarat terhidrasi membentuk malat.
  8. Malat mengalami dehidrogenasi membentuk oksaloasetat.
Dari tahap 8 akan kembali ke tahap 1, yaitu Oksaloasetat akan kembali mengalami kondensasi dengan asetil Ko-A. Seperti itu seterusnya, membentuk sebuah siklus yang terjadi secara terus menerus.


Referensi :
Alberts, Bray, Johnson, Lewis, Raff, Roberts, Walter. 2004. Complete Citric Acid Cycle. Garland Publishing: Taylor Francis Group.
Anonim. Krebs Cycle. Available from : http://en.wikipedia.org. Accessed at  18 Januari 2010.
Anonim. 2009. Siklus Krebs. Available from : http://thejokersclub.blogspot.com. Accessed at  18 Januari 2010.
Kaiser, G.E. 2003. The Citric Acid Cycle. Available from : http://student.ccbcmd.edu. Accessed at  18 Januari 2010.
Lehninger, A.L. 1982. Dasar-dasar Biokimia (terjemahan). Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.
May, Paul. The Citric Acid Cycle-Turning Glucose Into Energy. Bristol University. Available from : http://www.chm.bris.ac.uk. Accessed at  18 Januari 2010.
Ophardt, C.E. 2003. Citric Acid Cycle Reactions. Elmhurst College. Available from : http://www.elmhurst.edu. Accessed at  18 Januari 2010.



Read More